Selasa, 23 Oktober 2012

my parents

Saya sangat-sangat bersyukur dilahirkan dari orang tua seperti mereka…
Bersyukur karena dilahirkan dari orangtua muslim…
Banyak orang yang menjadi muslim harus bersusah-payah berjuang keras karena lahir dari keluarga non muslim, ditentang oleh keluarga, bahkan harus sembunyi-sembunyi.
Bersyukur karena dari kecil secara keras dididik dengan ajaran Islam…
Saya masih ingat betul, betapa kerasnya papa dalam hal agama. Padahal saya masih kecil, belum baligh. Tapi betapa galaknya papa untuk urusan sholat. Papa luar biasa seramnya jika anaknya susah atau bermalas-malasan disuruh sholat, bisa2x diancam cambuk pake gesper/sapu lidi (tapi memang tidak sampai menyakiti/membuat luka koq karena memang sekedar ancaman belaka).
Klo sholat subuh, muka akan akan dicipratkan air jika susah dibangunkan. Maka sewaktu kecil papa adalah orang yang kami segani dan takuti. Sedangkan mama bagian jadi malaikatnya yg mengingati kami sholat dengan baik, tapi hal ini justru membuat kami “menyepelekan” mama. Klo tidak bisa disuruh baik-baik sama mama, maka pasti papa tak segan2 “turun tangan” untuk menyuruh kami sholat. Klo udah denger suara langkah papa mendekat, kami (saya dan kakak-kakak saya) langsung kocar-kacir segera bergegas sholat :D
Tapi apakah hal itu membuat saya membenci papa saya? Sama sekali TIDAK! Justru saya bersyukur dengan begitu saya jadi terbiasa untuk selalu sholat 5 waktu :)
Betapa banyak muslim yang masih susah untuk sholat 5 waktu, padahal mereka sudah baligh dan menjadi kewajiban mereka sebagai muslim. Susah memang kalo tidak dibiasakan dari kecil. Dan mungkin mereka menganggap sholat itu bukanlah suatu kewajiban. Kesadaran untuk melaksanakan sholat masih kurang.
Bersyukur karena diajari dari awal membaca iqro’ sampai bisa membaca Al-quran  dan menghapal juz’amma…
Dulu sewaktu kecil, tiap sehabis sholat maghrib adalah kewajiban kami untuk mengaji. Maka, kami bertiga selepas sholat pasti akan berebutan bantal untuk mengaji sama mama. Karena, klo mengajinya sama papa, kami pasti sampa menangis, kenapa? Selain karena lama, klo sama papa kami benar2 diperhatikan bacaannya huruf per huruf, jika salah akan terus menerus diulang pada bagian itu, bahkan klo berkali-kali masih salah juga pelafalan hurufnya, maka sebatang sapulidi akan mendarat di tubuh kami sampai kami bisa mengucapkannya dengan benar. Luar biasa memang papa saya.
Tapi lagi-lagi apakah karena hal itu lantas saya membenci papa? Sama sekali TIDAK! Justru karena kerasnya didikan papa, di TPA, hanya saya yang bisa membaca al-quran diantara teman2 seumuran saya saat itu, bahkan saya diminta guru TPA saya membantunya mengajarkan teman2 seumuran saya membaca iqra dan memperhatikannya. (Maaf bukan bermaksud sombong atau riya’)
Betapa banyak muslim yang sudah dewasa masih terbata-bata bahkan tidak bisa membaca Al-quran. Orangtua lebih mementingkan pendidikan umum dan mengabaikan pendidikan agama.
Ada juga orangtua yang juga kurang bisa membaca Al-quran dan memiliki pemahaman agama yg kurang serta sibuk bekerja, sehingga menyerahkan anaknya sepenuhnya pada sekolah TPA atau guru privat agama tanpa tahu perkembangan ilmu agama anaknya.
Ada juga orang yang berjuang keras, bersusah-payah berusaha sendiri membaca Al-quran dari nol ketika sudah dewasa, mencari lembaga-lembaga untuk belajar membaca Al-quran dan memperdalam agama
Bersyukur karena diberikan contoh sikap dan perilaku yang baik…
Orangtua saya selalu mengajarkan dan memberikan contoh untuk sholat 5 waktu beserta sholah sunnah, puasa wajib-sunnah, rutin mengaji tiap hari, membantu orang yang kesusahan, menjaga silaturahmi, mengenakan jilbab, bekerja keras, membantu orangtua. Dan semua itu diajarkan semenjak kami masih kecil.
Oya, kami juga dibiasakan untuk tidak keluar rumah dan menonton tv habis maghrib. TV baru boleh menyala setelah waktu isya. Nakalnya kami, klo papa sedang tidak ada dirumah kami tetap menyalakan tv walopun sudah masuk waktu maghrib. Dan untuk urusan pertelevisian papa ini garis keras, klo iklan2 ada model wanita yang pakaiannya terbuka sedikit pasti langsung disuruh ganti channel. Film yang boleh ditonton cuma film kungfu, si doel, acara anak, acara keagamaan, dan kartun (ini berlaku sampai kami pun sudah besar). Pasti kena omel klo ketauan nonton sinetron, infotainment, acara musik, apalagi film barat. Makanya ga heran klo udah umur belasan tahun acara kesukaan saya ya cuma film kungfu jackie chan dan segala jenis kartun, heheh :D
Dalam hal ucapan, kami juga dibiasakan untuk tidak berkata kasar atau kotor atau kebon binatang. Sekali ketauan berkata kasar, maka tak segan-segan mulut kami dicocolin cabai, ancaman yg sangat menakutkan bagi kami seorang anak yang takut pedas saat itu. Tapi sekarang udah besar malah doyan banget makan pedas, jadi ketawa geli sendiri kalo inget hal ini :p
Betapa banyak orang yang tidak mendapatkan figur orangtua yang baik. Orangtua yang jarang atau bahkan tidak pernah sholat tapi menyuruh anaknya sholat dan tidak memberikan contoh2 baik lainnya. Lebih menyedihkan lagi ketika mendapatkan orangtua dengan perilaku tidak baik seperti suka mabuk-mabukan, selingkuh, berjudi, PSK, percaya klenik, mempertontonkan aurat, berkata-kata kasar, dll.

Bersyukur karena diberikan pemahaman yang baik tentang Islam…
Orangtua kami senang memberikan ceramah-ceramah kecil tentang ajaran agama bahkan cerita tentang perjuangan hidup mereka yang keras sewaktu dulu, dan saya selalu suka mendengarkannya.
Orangtua kami juga selalu memperdengarkan kami ceramah-ceramah dan tilawah quran dari radio dan tv dengan volume cukup keras yang tetangga sepertinya juga bisa mendengar, heheh :D hal ini sepertinya selain supaya kami tetap dengar walopun sedang di kamar/sambil bermain juga mungkin sekalian berdakwah ke tetangga, barangkali yaaa :p
Dan ketika kami mulai baligh, maka mama-papa kami akan memperingatkan kami bahwa kami sudah memiliki tanggungjawab besar yang harus kami tanggung sendiri dan mengingatkan bahwa semua kebiasaan kami dari kecil sudah menjadi kewajiban kami yang tidak boleh ditinggalkan dan kami yang menanggung dosanya sendiri jika tidak dikerjakan. Walopun terlihat melepaskan tanggungjawab kepada kami, tetap saja orangtua kami masih suka mengingatkan meski tidak lagi sekeras dulu :)
Banyak orang yang tidak tahu pentingnya kewajiban sholat, puasa, zakat, menutup aurat, dll. Orangtua cenderung cuek dalam hal agama. Ketika anak mulai baligh, dianggap hal yang biasa dan tak perlu dianggap istimewa dengan memberikan wejangan2x/nasehat2x agama.
Banyak orang yang harus bersusah-payah mencari ilmu agama dan pemahaman agama yang baik dari satu tempat ke tempat lain.
Bersyukur karena papa saya hanya seorang PNS mentok dan mama saya hanya seorang ibu rumah tangga…
Jaman dulu gaji PNS sangat memprihatinkan. Untuk menghidupi keluarga yang berjumlah 5 orang itu sangatlah pas-pasan. Maka, diantara seluruh keluarga besarku (tante-om dari sodara mama-papa) maka keluarga kami bisa dibilang paling memprihatinkan. Diantara sepupu kami yg lain, kami yang paling kurus-kurus. Kami tidak pernah jalan-jalan atau makan diluar sekeluarga kecuali acara dari kantor papa atau diajak saudara (om-tante). Klo liburan sekolah kami senang sekali nginep di rumah om-tante karena pasti mendapat uang jajan, diajak jalan2, makan diluar atau dibelikan baju, mainan atau snack, heheh :D karena klo dirumah pas liburan kami tidak diberi uang jajan, jalan-jalan pun hanya silaturahmi ke rumah saudara. Baju dan sepatu baru hanya dibeli setahun sekali tiap Idul Fitri.
Kami selalu dibiasakan membeli sesuatu yang kami pengen dari uang kami sendiri, dari menabung uang jajan yg sudah paspasan atau dari salam tempel lebaran :D Hal inilah yang membuat kami menjadi apik untuk merawat baik-baik barang yang kami miliki sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan kami mendapatkan barang tersebut. Bahkan pemberian dari oranglain sekalipun kami pasti hapal dan menjaganya dengan baik.
Satu-satunya barang “mewah” yang murni dibelikan orangtua saya adalah laptop, itupun setelah merajuk dan merayu berbulan-bulan dengan alasan kuliah, hohoh :D
Oya, karena tidak punya pembantu, kami bertiga selalu membagi tugas rumah masing-masing. Kakak 1: menyetrika, kakak 2: mencuci piring, saya: menyapu-mengepel, Mama: mencuci baju dan memasak. Tapi kami seringkali dilibatkan untuk memasak.
Meskipun hidup kami dulu susah tapi saya sangat senang bisa merasakan pahit-juang di saat susah seperti itu :’)
Sekarang ini orangtua pada umumnya membiasakan anaknya hidup enak, fasilitas serba ada, kemauan serba dituruti, pembantu serba bisa, dll. Hal ini menurut saya mempengaruhi mental anak sampai besar menjadi seorang yang individualis, egois, pemalas, boros, tidak bisa menjaga barang, tak mau dan tak bisa melakukan pekerjaan rumah dan berbuat semaunya.
Bersyukur karena kami dibiasakan untuk selalu bersikap sederhana dan apa adanya
Papa saya dulu orang susah, sekolah cari duit sendiri, dan sekolah ngurus sendiri karena orangtua kurang peduli. Papa saya cuman seorang tamatan SMA. Tapi  اَلْحَمْدُلِلّهِ dapat rezeki menjadi PNS. PNSnya pun mentok di golongan III C, padahal berkali-kali ada kesempatan dinas ke luar kota untuk dapat naik tingkat/jabatan tapi papa menolak dengan alasan tak ingin meninggalkan keluarga :’)
Papa saya orang yg sangat2x sederhana, meskipun mampu sebenarnya (PNS skrg udah sejahtera lho krn remunerasi :D ) membeli HP, tapi tidak pernah mau membeli krn merasa kurang butuh yg akhirnya kakak saya yg berinisiatif membelikannya, itupun jarang dipake dan diperhatikan -___-’
Barang-barang kebutuhan lainnya pun seperti alat elektronik rumah tangga hanya seadanya saja seperti kulkas kecil 1 pintu, mesin cuci 2 tabung, tv 14 inchi, radio puter (bukan digital), dispenser kecil, motor kredit dll dan semua itu baru akan diganti setelah berpuluh-puluh tahun dan sudah rusak, ahahah :) ) luar biasa memang!
Tapi untuk urusan merawat rumah, mama-papa sangat apik sekali, dan kami selalu dilibatkan untuk merawat rumah. Dibiasakan membereskan kamar sendiri, merapikan rumah dengan baik. Tiap tahun menjelang idul fitri kami sekeluarga akan bekerja bakti besar-besaran. Setiap sudut rumah benar-benar dibersihkan, dan tentunya mengecat rumah, bergantian, padahal kami bertiga cewek lho, tak menghalangi kami melakukan pekerjaan maskulin tersebut, hihih :D
Apakah hal tersebut membuat saya merasa tersiksa? merasa waktu bermain kami sebagai anak lantas hilang? sama sekali TIDAK, justru kami merasa senang bisa merawat rumah sendiri sehingga memiliki sense of belonging yang tinggi. Jadi berpikir ulang kalo mau mengotori dan mengacak-acak rumah karena mengingat kerja keras kami membersihkan, merapikan, dan merawat rumah.
Saya bersyukur diajarkan hidup sederhana seperti itu. Merasa bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki. Belajar untuk membeli barang memang hanya karena sangat butuh/perlu, bukan karena pengen pamer, buang2 duit, dll.
Sekarang banyak orang berlomba-lomba pamer kekayaan melalui gadget, kendaraan, gaya hidup, dll. Kurang merasa puas (bersyukur) dengan apa yg mereka miliki. Selalu merasa kurang dan ingin melebihi orang lain. Rasanya ga oke dan ga gaul kalo ga ngikutin tren dan fashion masa kini.
Sungguh saya sangat bersyukur,  اَلْحَمْدُلِلّهِ Alloh memberikan saya orangtua seperti mereka, rasa syukur dan bangga tiada tara. Bersyukur sampai saat ini saya masih memiliki orangtua lengkap, mama-papa :’)
Semakin saya dewasa dan berumahtangga, saya jadi ingat masa-masa kecil saya dan menyadari betapa susahnya tanggungjawab menjadi orangtua, untuk mendidik dan mengajarkan anak dengan benar dan baik.
Saya malu bakti saya kepada orangtua masih sangat sedikit, malu kalo ingat saya sering membantah dan melawan orangtua saya dulu, malu karena sering mengabaikan orangtua :( (
Semoga saya masih punya cukup umur dan kesempatan untuk membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan untuk saya di sisa usia mereka, walopun memang takkan pernah bisa saya membalas impas kebaikan mereka.
Hanya berupaya membaktikan diri dan berbuat baik semampu yang saya bisa, untuk mereka, orangtua yang selalu memberikan jiwa, raga, tenaga, pikiran, waktu selama hidupnya hanya untuk kebaikan hidup anaknya :’)
Love u so much, ma..pa..
Terimakasih tak terhingga atas segala pelajaran hidup dan pemahaman agama yang baik dan benar yang telah kalian berikan kepada kami.
Dengan penuh cinta,
Anakmu yang masih belajar untuk berbaki sepenuhnya :’)
Nb: Tulisan ini juga dibuat dan dipersembahkan bagi para pembaca untuk diambil hikmah dan diambil pelajaran bahwa mendidik demi kebaikan dengan cara keras tidak selalu berarti salah. Hal itu bisa jadi dibutuhkan untuk membentuk karakter dan kebiasaan baik. Bisa jadi memang cara terbaik dan ampuh untuk menanamkan akar prinsip hidup yang kuat.
Jika ada yang benar, maka datangnya dari Alloh, dan jika ada yang salah maka datangnya dari saya sebagai manusia biasa yang penuh khilaf dan dari syaitan yang bertugas untuk menyesatkan dan menggoda manusia.
Dan sungguh saya berlindung dari segala penyakit hati (ujub, riya’, sombong, sum’ah, dll) atas tulisan saya ini.

Tidak ada komentar: